28 November 2013

Qunut Shubuh



Al-Imam Abu Zakariya Yahya bin Syaraf an-Nawawi (Imam an-Nawawi) rahimahuLlahu ta’ala (semoga Allah merahmati beliau) mengatakan bahwa menurut ‘ulama` asy-Syafi’iyyah (ber-madzhab Imam Syafi'i) do’a qunut dalam sholah Shubuh hukumnya sunnah muakkad (sangat dianjurkan).

Sayyidina Anas bin Malik radhiyaLlahu ‘anhu (semoga Allah ridho kepada beliau) bercerita, “RasuluLlah shallaLlahu ‘alayhi wasallam selalu membaca do’a Qunut dalam sholat Shubuh hingga beliau meninggal dunia.” [H.R. Imam al-Hakim, Imam Ahmad, Imam ad-Daruquthni, Imam al-Baihaqi, dan lainnya, dengan sanad yang shohih; dishohihkan pula oleh Imam an-Nawawi]

Diriwayatkan dari Sayyidina Muhammad bin Sirin, beliau berkata, “Aku bertanya kepada Sayyidina Anas bin Malik radhiyaLlahu ‘anhu (semoga Allah ridho kepada beliau), ‘Apakah RasuluLlah shallaLlahu ‘alayhi wasallam qunut pada sholat Shubuh?’ Beliau menjawab, ‘Ya, sesaat setelah ruku’.’” [Shohih Imam Muslim, nomor hadits 298]

Diriwayatkan dari Sayyidina Abu Huroiroh radhiyaLlahu ‘anhu (semoga Allah ridho kepada beliau) bahwa RasuluLlah shallallahu ‘alayhi wasallam qunut setelah bangkit dari ruku’ roka’at kedua sholat Shubuh. [H.R. Ibn Nashr dengan sanad yang shohih]

Banyak sekali sahabat Nabi rodhiyaLlahu ‘anhum ajma’in (semoga Allah ridho kepada beliau semua) yang ngamalin (melakukan) qunut dalam sholat Shubuh, di antaranya adalah Khulafa`ur Rosyidin: Sayyidina Abu Bakr ash-Shiddiq, Sayyidina ‘Umar bin al-Khoththob, Sayyidina ‘Utsman bin ‘Affan, dan Sayyidina ‘Ali bin Abi Tholib; serta Sayyidina Abu Musa al-Asy’ari, juga Sayyidina ‘AbduLlah bin ‘Abbas rodhiyaLlahu ‘anhum ajma’in (semoga Allah ridho kepada beliau semua). Keterangan tentang itu ada di berbagai riwayat.

Habibunal-Mahbub Sulthonul-Qulub al-Habib Mundzir bin Fu`ad bin ‘Abdirrohman al-Musawa ‘alayhi rahmatuLlah (semoga rahmat Allah terlimpah kepada beliau) menyebutkan bahwa terdapat perbedaan pendapat (ikhtilaf) para Imam Madzhab rahimahumuLlahu ta’ala (semoga Allah merahmati beliau semua) mengenai pembacaan do’a qunut, namun—satu hal—tidak ada yang mengharamkan qunut dibaca setiap sholat Shubuh. Pendapat-pendapat tersebut merupakan ijtihad para Imam yang mengeluarkan pendapat tersebut dengan sekian banyak pertimbangan dan dengan keluasan ilmu syari’ah yang mendalam, dan telah diakui pula oleh puluhan Imam dan ratusan penghafal hadits dan muhadditsin setelah beliau-beliau.

Makam al-Imam an-Nawawi di Kota Nawa, Syiria
http://www.flickr.com/photos/8043726@N06/496642656/
 

Ada satu persoalan yang perlu disampaikan di sini: ada hadits yang menyatakan bahwa RasuluLlah shallaLlahu ‘alayhi wasallam membaca do’a qunut selama sebulan untuk mendo’akan kecelakaan bagi sebagian orang Arab, kemudian beliau meninggalkannya (tidak membaca do’a qunut). Mengenai hal tersebut, baik sekali jika kita perhatikan keterangan di bawah ini.

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَنَتَ النَّبِيُّ صَلَّى اللّـهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَهْرًا مُتَتَابِعًا فِى الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ وَالْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ وَالصُّبْحِ فِيْ دُبُرِ كُلِّ صَلاَةٍ إِذَا قَالَ سَمِعَ اللّـهُ لِمَنْ حَمِدَهُ فِى الرَّكْعَةِ اْلأَخِيْرَةِ يَدْعُوْا عَلى حَيٍّ مِنْ بَنِيْ سَلِيْمٍ عَلى رَعْلٍ وَذَكْوَانَ وَعَصِيَّةٍ وَيُئَمِّنُ مَنْ خَلْفَهُ .

Dari Sayyidina ‘AbduLlah bin ‘Abbas radhiyaLlahu ‘anhuma (semoga Allah ridho kepada beliau berdua), beliau berkata, “Nabi Muhammad shallaLlahu ‘alayhi wasallam membaca do’a qunut selama sebulan berturut-turut pada waktu sholat Zhuhr, ‘Ashr, Maghrib, ‘Isya`, dan Shubuh, di ujung semua sholat. Ketika beliau mengucapkan “Sami’aLlahu li man hamidah” pada roka’at terakhir, beliau membaca do’a qunut dengan berdo’a untuk mengutuk perkampungan Bani Salim, juga untuk Suku Ri’l, Dzakwan, dan Ushoyyah, sedangkan para ma`mum di belakang beliau mengamini.” [Shohih Imam Ibnu Khuzaimah]

Adapun alasan RasuluLlah shallaLlahu ‘alayhi wasallam mengutuk suku-suku tersebut adalah karena mereka telah membunuh banyak kaum muslimin pada peristiwa Bi`r Ma’unah, seperti disebutkan pula dalam hadits berikut ini:

عَنْ أَنَسِ ابْنِ مَالِكٍ قَالَ دَعَا رَسُوْلُ اللّـهِ صَلَّى اللّـهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى الَّذِيْنَ قَتَلُوْا أَصْحَابَ بِئْرِ مَعُوْنَةَ ثَلاَثِيْنَ صَباحًا يَدْعُوْ عَلى رَعْلٍ وَذَكْوَانَ وَلَحْيَانَ وَعَصِيَّةٍ عَصَتِ اللّـهَ وَرَسُوْلَهُ .

Dari Sayyidina Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu (semoga Allah ridho kepada beliau), beliau berkata, “RasuluLLah shallallahu ‘alayhi wasallam berdo’a untuk orang-orang yang mati syahid dalam tragedi Bi`r Ma’unah dalam waktu tiga puluh kali sholat Shubuh. Beliau mengutuk kaum Ri’l, Dzakwan, Lihyan, dan Ushoyyah, yang telah berbuat durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya.” [H.R. Imam Muslim]

Kemudian, mari kita simak pula hadits berkut ini—hingga akhir hadits:

عَنْ أَنَسِ ابْنِ مَالِكٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللّـهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَنَتَ شَهْرًا يَدْعُوْ عَلَيْهِمْ ثُمَّ تَرَكَهُ فَأَمَّا فِى الصُّبْحِ فَلَمْ يَزَلْ يَقْنُتُ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا .

Dari Sayyidina Anas bin Malik radhiyaLlahu ‘anhu (semoga Allah ridho kepada beliau), sesungguhnya Nabi Muhammad shallaLlahu ‘alayhi wasallam melakukan qunut selama sebulan, beliau mengutuk mereka (kaum yang zholim), kemudian beliau meninggalkannya. Adapun pada waktu sholat Shubuh, beliau tetap melakukannya sampai beliau wafat.” [H.R. Imam al-Baihaqi]

Imam al-Baihaqi meriwayatkan dari al-Hafizh ‘Abdurrohman bin Mahdi bahwa beliau berkata mengenai hadits yang diriwayatkan oleh Sayyidina Anas bin Malik radhiyaLlahu ‘anhu (semoga Allah ridho kepada beliau) di atas, “RasuluLlah shallaLlahu ‘alayhi wasallam qunut selama sebulan, kemudian meninggalkannya.” Kata beliau, “Yang ditinggalkan RasuluLlah shallaLlahu ‘alayhi wasallam itu adalah melaknat.”

Dengan mempertimbangkan hadits-hadits shohih di awal, as-Sayyid Hasan bin ‘Ali as-Saqqaf mengatakan, hadits yang menyatakan bahwa RasuluLlah shallaLlahu ‘alayhi wasallam membaca do’a qunut selama sebulan untuk mendo’akan kecelakaan bagi sebagian orang Arab kemudian meninggalkannya, tidak bertentangan dengan hadits-hadits shohih tentang pembacaan do’a qunut dalam sholat Shubuh—yang telah disebutkan di awal tadi. RasuluLlah shallaLlahu ‘alayhi wasallam berhenti melaknat kaum tersebut dalam qunut, tetapi beliau shallaLlahu ‘alayhi wasallam tidak meninggalkan qunut sama sekali. Qunut Shubuh tetap ada, tetap dilakukan RasuluLlah shallaLlahu ‘alayhi wasallam. Yang tidak ada (yang ditinggalkan RasuluLlah shallaLlahu ‘alayhi wasallam) adalah qunut yang melaknat—yang dalam konteks hadits tersebut adalah mendo’akan kecelakaan untuk beberapa suku Arab yang telah membunuh banyak muslimin pada peristiwa Bi`r Ma’unah.



Berikut ini adalah do’a qunut yang masyhur dibaca pada sholat Shubuh:

اَللّـهُمَّ اهْدِنِيْ فِيْمَنْ هَدَيْتَ ، وَعَافِنِيْ فِيْمَنْ عَافَيْتَ ، وَتَوَلَّنِيْ فِيْمَنْ تَوَلَّيْتَ ، وَبَارِكْ لِيْ فِيْمَا أَعْطَيْتَ ، وَقِنِيْ شَرَّ مَا قَضَيْتَ ، فَإِنَّكَ تَقْضِى وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ ، وَإِنَّهُ لاَ يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ ، وَلاَ يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ ، تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ ، فَلَكَ الْحَمْدُ عَلى مَا قَضَيْتَ ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ ، وَصَلَّى اللّـهُ عَلى سَيِّدِنَا مُحَمَّدِ نِ النَّبِيِّ اْلأُمِّيِّ وَعَلى الِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ .

Ya Allah, berikanlah petunjuk kepadaku sebagaimana orang yang telah Engkau beri petunjuk, anugerahkanlah kesehatan kepadaku sebagaimana orang yang telah Engkau anugerahkan kesehatan, bimbinglah aku sebagaimana orang yang telah Engkau bimbing, berkahilah segala sesuatu yang telah Engkau berikan padaku, lindungilah aku dari keburukan yang telah Engkau tentukan. Sesungguhnya Engkau yang Maha Menentukan takdir, dan tiada yang menentukan takdir untuk-Mu. Tidak akan hina orang yang Engkau lindungi, dan tidak akan berjaya orang yang Engkau musuhi. Mahamulia Engkau dan Mahaluhur. Segala puji bagi-Mu atas apa yang Engkau tentukan. Aku mohon ampun dan aku bertaubat kepada-Mu. Semoga Allah melimpahkan sholawat dan salam kepada Sayyidina Muhammad—nabi yang ummiy—beserta  keluarga dan para sahabat beliau.

Do’a tersebut diriwayatkan dari Sayyidina Hasan bin ‘Ali rodhiyaLlahu ‘anhuma (semoga Allah ridho kepada beliau berdua).

Ketika menjadi imam, kita disunnahkan untuk membaca do’a qunut dalam redaksi plural/jamak (yakni Allaahummahdinaa fiiman hadayt, wa ‘aafinaa fiiman ‘aafayt, dan seterusnya). Seorang imam dimakruhkan membaca do’a dengan menggunakan redaksi tunggal/sendiri, karena dengan begitu berarti ia mengkhususkan do’a yang dibacanya tersebut hanya untuk dirinya sendiri tanpa menyertakan yang lain, yakni ma`mum yang dipimpinnya. Jika seorang imam tetap membaca do’a dengan menggunakan redaksi tunggal/sendiri, maka do’a yang dibacanya tersebut dianggap sudah terpenuhi, akan tetapi hukumnya—seperti yang telah dikemukakan tadi—makruh.

Habibana Mundzir bin Fu`ad bin 'Abdirrohman al-Musawa
http://syiarmajelis.blogspot.com/2012/03/ebook-ceramah-habib-munzir-al-musawa_13.html


Mengangkat kedua tangan dalam do’a Qunut itu disunnahkan. Hal tersebut berdasarkan hadits-hadits dan atsar-atsar. Adapun hukum mengusapkannya ke wajah adalah ja`iz (boleh). Tidak ada dalil yang khusus tentang mengusapkan kedua tangan ke wajah dalam qunut, namun mengusap tangan dalam berdo’a secara mutlak dibolehkan, dalilnyapun ada.

Diriwayatkan secara kuat (tsabit) dari RasuluLlah shallaLlahu ‘alayhi wasallam adanya mengusap wajah setelah selesai berdo’a. Sayyidina ‘Umar bin al-Khoththob radhiyaLlahu ‘anhu (semoga Allah ridho kepada beliau) berkata, “Ketika RasuluLlah shallaLlahu ‘alayhi wasallam menengadahkan tangan beliau dalam berdo’a, beliau baru menurunkan tangan setelah mengusapkannya ke wajah beliau.” [H.R. Imam at-Turmudzi]

Sayyidina Muhammad bin Syihab az-Zuhri radhiyaLlahu ‘anhu (semoga Allah ridho kepada beliau) meriwayatkan, “Ketka berdo’a, RasuluLlah shallaLlahu ‘alayhi wasallam mengangkat kedua tangan beliau sejajar dengan dada beliau, kemudian beliau mengusapkannya ke wajah beliau.” [H.R. Imam ‘Abdurrozzaq]

Terkait dengan hadits RasuluLlah shallaLlahu ‘alayhi wasallam yang disampaikan Sayyidina ‘Umar bin al-Khattab radhiyaLlahu ‘anhu (semoga Allah ridho kepada beliau) di atas, al-Amir as-Shon’ani menjelaskan, “Hadits tersebut mengandung dalil disyari’atkannya mengusap wajah dengan kedua tangan setelah selesai berdo’a. Menurut sebuah riwayat, Allah subhanaHu wata’ala tidak akan membiarkan tangan yang ditengadahkan itu hampa. Dia (Allah subhanaHu wata’ala) melimpahkan rahmat-Nya ke tangan tersebut. Kemudian, tangan itu diusapkan ke wajah, supaya rahmat-Nya tadi diterima oleh wajah yang merupakan anggota badan yang paling mulia dan paling berhak untuk dimuliakan.”



Untuk kita—ber-madzhab Imam Syafi’i—yang berpegangan bahwa membaca do’a qunut pada sholat Shubuh itu sunnah, jika suatu saat lupa membacanya, maka sholat Shubuh kita tidaklah batal, namun kita dianjurkan melakukan sujud sahwi.

Al-Imam al-Hasan al-Bishri rahimahuLlahu ta’ala (semoga Allah merahmati beliau) berkata, “Jika seseorang lupa membaca do’a Qunut, hendaklah ia sujud sahwi dua kali.”

Diriwayatkan dari ‘Atho`, “Barangsiapa yang berpendapat bahwa qunut itu sunnah, kemudian suatu ketika ia tidak ber-qunut, maka hendaklah ia sujud sahwi dua kali.”

Sholat di Masjidil Harom, Makkah al-Mukarromah
http://madawis.blogspot.com/2013/08/4-azmatkhan-yang-pernah-menjadi-imam.html


Ada soalan lain yang baik sekali untuk disampaikan pula pada kesempatan ini. Bagaimana jika kita yang rutin membaca do’a qunut tiap sholat Shubuh pergi haji atau umroh, sementara para Imam sholat di Masjidil Harom dan di Masjid Nabawi tidak membacanya? Guru kita, al-Marhum al-Maghfurlah Habibunal-Mahbub Sulthonul-Qulub al-Habib Mundzir bin Fu`ad bin ‘Abdirrohman al-Musawa ‘alayhi rahmatuLlah (semoga rahmat Allah terlimpah kepada beliau) memberikan keterangan sebagai berikut:

“Umat Islam di Indonesia pada umumnya ber-madzhab Syafi’i. Guru-guru kita sanad keguruannya sampai kepada Imam asy-Syafi’i, dan sanad beliau-beliau sampai kepada Imam al-Bukhori hingga RasuluLlah shallallahu ‘alayhi wasallam. Benar bahwa kita mesti menyesuaikan dengan keadaan. Bila di Makkah, misalnya, kita menggunakan Madzhab Imam Abu Hanifah karena di sana kebanyakan ber-madzhab Hanafi. Atau menggunakan Madzhab Imam Malik di Madinah karena kebanyakannya ber-madzhab Maliki. Selayaknya kita mengikuti madzhab setempat, agar tak menjadi fitnah.

“Berpindah-pindah madzhab boleh-boleh saja bila sesuai situasinya. Jika seseorang pindah atau bepergian ke wilayah Malikiyyun (masyarakat yang ber-madzhab Maliki) maka tak sepantasnya ia bersikukuh dengan—misalnya—Madzhab Syafi’i yang dipegangnya sehari-hari. Demikian pula bila ia berada di Indonesia yang merupakan wilayah Syafi’iyyun (masyarakat ber-madzhab Syafi’i), tak sepantasnya pula ia berkeras kepala mencari madzhab lain.”

Prof. Dr. al-Muhaddits al-Musnid Abuya as-Sayyid Muhammad bin 'Alwi bin 'Abbas al-Maliki
http://penaal-azhari.blogspot.com/2011/05/wasiat-abuya-sayyid-muhammad-bin-alawi.html


Di kota Makkah al-Mukarromah ada seorang ‘ulama` bernama al-Marhum al-Maghfurlah Prof. Dr. al-Muhaddits al-Musnid Abuya as-Sayyid Muhammad bin 'Alwi bin 'Abbas al-Maliki rahimahuLlahu ta’ala (semoga Allah merahmati beliau). Banyak sekali ‘ulama` Indonesia yang belajar kepada beliau. Beliau sangat menyukai dan menggandrungi Madzhab Imam Malik, namun jika beliau memberikan pengajaran kepada para pelajar yang berasal dari Indonesia, beliau mengajarkan materi pengajaran Madzhab Imam Syafi’i. Mengapa? Beliau mengetahui penduduk Indonesia berpegangan kepada Madzhab Imam Syafi’i. Beliau menyadari bahwa apabila beliau mengajarkan Madzhab Imam Malik kepada para pelajar Indonesia, maka hal tersebut berpotensi menimbulkan kegaduhan sepulangnya para pelajar tersebut ke Indonesia untuk mengamalkan, mengajarkan, dan menyebarluaskan ilmu yang telah didapatnya itu.

Guru kita, al-Marhum al-Maghfurlah K.H. Sabilarrosyad—sanad keguruan beliau menyambung kepada al-Marhum al-Maghfurlah K.H. Muhammad Syafi’i Hadzami dan al-Marhum al-Maghfurlah al-Habib ‘Ali bin Husain al-‘Aththos ‘alayhim rahmatuLlah (semoga rahmat Allah terlimpah kepada beliau semua), pernah memberi pesan kepada jama’ah yang hendak menunaikan ibadah haji untuk menghormati masyarakat setempat. Untuk sementara waktu, selagi menunaikan ibadah haji, berpeganglah pada Madzhab Imam Malik. Nanti, saat kembali ke tanah air, gunakan kembali Madzhab Imam Syafi’i.

Demikianlah guru-guru kita mengajarkan sekaligus mengamalkan untuk menghormati masyarakat sekitar, menjunjung langit di mana bumi dipijak. Semoga manfaat. Mohon koreksi tulisan hamba. WaLlahu A’lam.

19 November 2013

Sunset bersama Rosie

Sunset bersama Rosie. Ah, menyenangkan memang, menikmati sunset langsung dari bibir pantai—dalam rentang waktu empat puluh tujuh detik itu—sambil duduk di atas pasir, apalagi bersama dengan mereka (atau dia) yang begitu spesial untuk kita. Dari set yang sesederhana itu novel ini hadir. Kisah tentang Tegar Karang bersama Rosie. Kisah tentang perasaan mereka satu sama lain. Kisah tentang berkecamuknya hati mereka untuk memilih: mengungkapkan apa yang mereka rasa atau menyimpannya rapat-rapat di relung hati masing-masing. Kisah yang mencoba menghadirkan makna kesempatan, juga takdir Tuhan.

http://belanja.plasamsn.com/sunset-bersama-rosie-by-tere-liye.html


Jika Aku, Kau, dan Sepucuk Angpao Merah mengambil set di Kota Pontianak, pinggiran Sungai Kapuas, Sunset bersama Rosie mengambil latar di sekitaran Lombok dan Bali. Tegar dan Rosie seumuran, bersahabat sejak rambut Rosie masih dikepang dua, bertetangga di Gili Trawangan dengan hanya diselingi lima rumah. Berdua menjalani masa kecil di pantai itu, di pulau itu, bersama Oma. Dua puluh tahun lamanya Tegar memendam rasa itu. Berapa? Dua puluh tahun! Menyimpannya baik-baik, rapi sekali. Menunggu kesempatan itu datang.
Tegar berteman baik dengan Nathan. Sewaktu berumur 22 tahun—sama seperti Rosie, semasa kuliah Tegar mengenalkan Nathan kepada Rosie. Meski tinggal di Gili Meno, hanya terpisah satu pulau yang jaraknya cuma sepelemparan batu dari Gili Trawangan, Nathan belum pernah mengenal Rosie. Begitu juga sebaliknya.

Dan saat liburan semester, menjelang sidang skripsi, Tegar memantapkan hatinya, memutuskan. Tegar akan menyatakan perasaannya kepada Rosie, di puncak Gunung Rinjani. Mereka tidak hanya berdua. Nathan ikut, tepatnya diajak Tegar. Matang sekali rencana itu Tegar siapkan. Dan mendekati waktunya tiba, Tegar mencari mata air, turun gunung. Saat kembali membawa air serta bunga Edelweis untuk Rosie, saat itu…… Ya Tuhan, apa yang didengarnya barusan? Nathan mengungkapkan perasaan kepada Rosie, padahal baru dua bulan mereka berkenalan. Dua puluh tahun Tegar dipatahkan oleh dua bulan Nathan!

Nathan teman baik Tegar. Rosie sahabat dekat Tegar. Tak kuasa, Tegar menghilang. Menghilang dari kehidupan Rosie, juga Nathan, tapi tidak dari Oma. Tegar hanya bisa mencurahkan isi hatinya terhadap Rosie kepada Oma. Setelah itu Tegar sempurna menghilang dari kehidupan ketiganya. Hari-hari Tegar selama bertahun-tahun diisi dengan mimpi-mimpi yang menyesakkan, malam-malam panjang, gerakan tubuh resah, kerinduan, dan helaan nafas tertahan. Tegar belajar berbaik hati dengan waktu, terus menyibukkan diri di Jakarta, bekerja delapan belas jam tiap hari.

Enam tahun setelahnya, Tegar melihat anak-anak Rosie, juga ayah-ibunya, yang tiba-tiba berkunjung ke apartemen. Ketika itu anak-anak Nathan dan Rosie baru dua: Anggrek dan Sakura. Jasmine dan Lili belum lahir. Tentu Tegar bahagia melihat anak-anak itu, melihat Nathan, melihat Rosie. Tegar suka bercerita, senang sekali dengan anak-anak. Tak butuh waktu lama, anak-anak itupun dekat dengan Tegar.

Perlahan sekali Tegar mencoba mengobati luka hatinya. Berdamai dengan kenyataan. Belajar dari masa lalu. Sembilan tahun sejak kejadian mengenaskan di Gunung Rinjani, Tegar bertemu dengan Sekar. Sekar lebih cantik dari Rosie, Tegar akui itu. Ah, tapi mengapa Sekar ia bandingkan dengan Rosie? Dua tahun setelahnya, sebelum memasuki jenjang pernikahan, Tegar dan Sekar merencanakan pertunangan.

Sehari sebelum pertunangannya dengan Sekar—seperti yang biasa Tegar lakukan—Tegar ber-teleconference dari ruang kerjanya di Jakarta dengan keluarga Rosie yang sedang memperingati ulang tahun pernikahan Nathan-Rosie yang ke-13 di Pantai Jimbaran. Siapa sangka selain hari esok dengan Sekar, hari itu bersama keluarga Rosie juga menjadi hari yang mengubah episode-episode hidup Tegar selanjutnya. Bom Jimbaran meluluhlantakkan segalanya. Nahas, Rosie dan Nathan bersama keempat anak mereka persis ada di lokasi kejadian, menjadi korban. Nahas pula bagi Tegar, ia menjadi saksi mata atas kejadian tersebut. Layar besar yang ditatapnya mendadak tak bergambar, hanya bertuliskan Error Connection.

Dan, seperti beberapa novel Tere-Liye yang lain—katakanlah Moga Bunda Disayang Allah dan Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, novel ini menghadirkan karakter anak-anak yang manis, cute, dan menggemaskan ala Tere-Liye, yang bisa jadi membuat pembacanya ingin sekali memiliki anak-anak seperti mereka. Ya Tuhan, lihatlah mereka, empat kuntum bunga yang mulai merekah. Mereka belum lagi dewasa dari segi umur, namun berkat didikan Rosie bersama Nathan, juga Om Tegar, Uncle Tegar, Paman Tegar, anak-anak itu perlahan menjalani kehidupan secara lebih dewasa dibandingkan anak-anak seumuran mereka pada umumnya.

Kabar Nathan, kondisi Rosie, keputusan Tegar, pilihan Sekar, kehidupan keempat anak itu—Anggrek, Sakura, Jasmine, dan Lili, serta makna kesempatan, juga takdir Tuhan, semuanya silakan dinikmati langsung sajalah. Tulisan ini tidak dapat menjabarkan seluruh isi novel. Tidak mungkin juga. Yang ada malah membikin buruk singkat ceritanya.

Tentu ada berbagai tanggapan lain dari para penikmat novel ini. Bukankah ada seorang bijak yang berkata, “Aku mengetahui hal-hal yang tidak begitu baik bukan karena aku hendak mengikutinya, tapi—malah—agar aku tidak terjerumus ke dalam ketidakbaikan itu.” Kita tentu tidak perlu seutuhnya menjadi Tegar, Rosie, Oma, Nathan, Sekar, Anggrek, Sakura, Jasmine, atau Lili. Kita hanya perlu menyadurnya, mengumpulkan hal-hal baik yang ada untuk kemudian kita contoh, sembari mencampakkan apa yang sesungguhnya kurang patut.

Boleh jadi suatu saat ada calon pembaca yang menginginkan tanda tangan Tere-Liye di novel ini untuk dihadiahkan kepada teman perempuannya, tapi sang penulis menolaknya dengan cara yang sama sekali tidak bisa diterima oleh calon pembaca itu—pada saat itu. Namun, perlahan ia mencoba berdamai dengan kenyataan. Pasti ada sebabnya penulis novel yang ia kagumi melakukan hal semacam itu. Dan akhirnya, setelah selesai melahap seluruh halaman, ia sedikit-banyak memahaminya, meskipun itu sebatas asumsi perasaannya. Yang tahu pasti tentu hanya Tuhan dan idolanya itu. Please, correct me if I’m wrong.

Judul  : Sunset Bersama Rosie
Penulis  : Tere-Liye
Editor  : Andriyati
Desain Cover  : Mano Wolfie
Layout  : Alfian
Jumlah halaman  : iv + 426 halaman
Penerbit  : Mahaka Publishing (Republika Penerbit)
Tahun Terbit  : 2011
Edisi Cetakan  : Cetakan III, Februari 2012

06 January 2013

K A K A K

Jum`at, 28 Desember 2012..

Ngeliat adik-kakak berduaan. Kompak, seru, rame. Si Kakak terus ngejagain adiknya: Waktunya tidur, Si Kakakpun bela-belain gak tidur buat mastiin kalo adiknya tidur nyenyak, gak keganggu. Ke mana-mana, tu adik-kakak berdua terus. Gak boleh pisah sebentar, Si Kakak pasti usahain biar cepet-cepet berduaan lagi sama adiknya..

Tiba-tiba aku jadi kepikiran kakak di rumah: Enak kali ya kalo dimanjain gitu, ada yang terus ngelindungin kita. Aku udah ngerencanain banyak hal aja buat dilakonin bareng-bareng sama Kakak pas liburan ini.. *Aseeeeekk :D


Sabtu, 29 Desember 2012..

Sekeluarga udah ngerencanain mau ziarah ke makam Al-Habîb `Abdullâh bin Muhsin Al-`Aththôs, Keramat Empang, Bogor, terus ke makam Sayyidil Wâlid Al-Habîb `Abdirrohmân bin Ahmad bin `Abdil Qôdir As-Seggâf, bareng-bareng serumah, semua ikut. Semua udah direncanain, syip: Minggu pagi kita berangkat. Sampe Sabtu sore, rencana masih kayak semula..

Sampe akhirnya Sabtu malem, abis hadir majlis Haul Kiyai Abdushshomad bin Guru H. Ismâ`îl, ada SMS baru masuk ke hape kakak: Yang giliran standby di kantor besok, Minggu, orangtuanya meninggal. Innâ liLlâhi wa innâ ilayhi rôji`ûn. Kakak dimintain tolong buat ngegantiin. Duh, kita sekeluarga udah lemes duluan. "Gimane kalo temen yang lain aja yang gantiin?" Tapi kakak bilang, yang lain juga gak bisa. Jadilah kakak yang dapet tugas masuk tu, Minggu-Senin. Melayang sudah impian aku satu.. :(


Senin, 31 Desember 2012..

Masih ada kesempatan satu lagi: Tabligh Akbar bareng Majlis Rasûlullâh shallaLlâhu `alaihi wasallam yang diasuh Habîbanâ Mundzir bin Fuâd Al-Musâwâ, tabligh akbar nyambut tahun baru 2013 di Monas. Biarpun bertugas hari Senin ini, Kakak nyanggupin dan tetep mau hadir berdua sama adiknya yang tercinta ini.. :)
Hari ini Kakak tugas dari pagi sampe sore. Jam lima lewat baru nyampe rumah. Ayah-Ibu udah nanya-nanyain aja sebelum kakak pulang: "Mana Kakak? Jam segini belum pulang, ntar malem katanya mau pergi ke Monas."

Gak lama nyampe rumah, kakak langsung siap-siap Maghrib-an. Abis Maghrib-an di masjid deket rumah, langsung kita makan dulu. Isya, berangkat kita. Berhubung ada car free night, bis yang kita tumpangin cuma bisa nganter ampe Tugu Tani. Jadilah kita jalan kaki dari situ ke Monas. Pas turun dari bis itu, hujan rintik-rintik turun. AlhamduliLlâh, kayak udah memperhitungkan segala sesuatunya, kakak udah siapin payung dari rumah. Kakak pake jaket. Jadi tu payung aku pake..

Sampe di dalem kompleks Monas, deket tugunya langsung, di lokasi tabligh akbar-nya, alhamduliLlâh masih terdengar qoshidah-qoshidah, Mawlid Adh-Dhiyâ'ul Lâmi` juga belum dibaca, tanda acara belum dimulai. Nah, gak taunya, Pak Gubernur kita yang baru, Pak Joko Widodo (Pak Jokowi), juga baru dateng buat hadir tabligh akbar. Gak lama abis aku bareng kakak cari tempat yang syip buat duduk, Habîbanâ Mundzir mendahulukan Pak Jokowi buat nyampein sambutan, secara Pak Jokowi juga ada acara dan keperluan lain di tempat yang lain pula di malem tahun baru ini..

Sepanjang acara, hujan terus turun. AlhamduliLlâh, rintik-rintik aja. AlhamduliLlâh juga, Kakak udah pake jaket yang ada tutup kepalanya dari rumah, jadi kepalanya gak langsung kena air hujan. Aku alhamduliLlâh gpp, hujan-hujanan sedikit. Pikir aku, jarang-jarang begini. Lagian, kapan lagi hujan-hujanan kayak gini.. :D

Selesai acara, diiringi sama kembang api yang bersahut-sahutan menjelang pergantian tahun, aku gandengin tangan aku sama tangan Kakak. Sepanjang jalan dari lokasi acara sampe pintu keluar Monas kita gandengan terus. Nunggu bis lama gak dapet-dapet. Daripada pulang jalan kaki dan kemaleman, atau bahkan gak bisa pulang, jadilah kita naik taksi. Berhubung mobil-motor keluar berbarengan abis tabligh akbar, macetlah jalanan tu..

Di dalem taksi, ngeliat Kakak yang keliatannya capek bangetsecara masuk kerja dari pagi, pulang sore, terus hadir tabligh akbar malemnyaaku bilangin ke Kakak buat tidur aja, toh masih macet juga, jadi kayaknya bakalan lumayan lama. Gantian. Kakak udah bela-belain hadir tabligh akbar biarpun capek banget dari pagi. Sekarang giliran aku yang jagain Kakak di taksi. Eh, bener aja: Jarak yang biasanya ditempuh taksi 15 menit, malem tahun baru itu malah butuh waktu lebih-kurang satu jam! Ckckckckck...

Sampe rumah, Kakak nawarin, "Mau makan mie gak, De?" Duh, Kakak ni, tau aja dingin-dingin gini enaknya makan yang anget-anget. Eh, abis itu Kakak nawarin lagi. Kalo tadi mie, sekarang giliran kopi. Aduduh, aduuuh, enaknya dimanjain.. :P
Dan jadilah dini hari itu, di awal tahun, saye makan mie bareng Kakak di rumah, di depan tv, nonton Steven Seagel, yang kata Kakak adalah "Jagoan yang gak pernah berdarah.." :D

Begitulah: Kakak gak banyak omong tapi langsung praktek. Buat kita yang jadi seorang kakak buat adik-adiknya, pasti paham. Kadang kita gak banyak cakap, tapi sebenernya hati dan pikiran kita terkuras buat adik-adik di rumah.. :)

Hingga dari beberapa tahun yang lalu, dimulai pas malem-malem, ngeliat kakak udah tidur, diem-diem aku belai-belai rambut Kakak, aku kecup kening Kakak, diiringi do`a yang terlintas dalam hati, dan tak terasa air matapun mengalir di pipi; aku selalu usahakan untuk menyertakan Kakak dalam do`a-do`a, terutama ba`da sholat lima waktu, yang Nabi Muhammad shallaLlâhu `alayhi wa âlihî wa shohbihî wa sallam sabdakan merupakan salah satu waktu yang mustajab..

Kalo aku minta sama Allâh biar dimudahin kerjanya, begitupun yang aku minta buat Kakak.
Kalo aku minta sama Allâh biar terus dikasih dan ditambah petunjuk, begitu juga yang aku mintain buat Kakak.
Juga, kalo aku minta sama Allâh biar dikasih pasangan yang terbaik, begitulah yang juga aku mintakan sama Allâh buat Kakak.
Hingga semua do`a yang aku panjatkan ke hadirat Allâh subhânahu wata`âlâ aku hadirkan pula Kakak di dalamnya..

AlhamduliLlâh.. Makasih, ya Allâh.. Allâh udah anugerahin Kakak yang begini baik..

Tapi aku belum biasa terus-terang ke Kakak, bahkan untuk bilang makasih soal ini. Pelan-pelan kali yah. Hheee...

Ade sayang sama Aka.. :')